30 Ton Obat untuk Haji Telah Siap

Jeddah (MCH)–amaah calon haji tak perlu cemas. Pantia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah siap dengan menyediakan 30 ton obat untuk keperluan pelayanan kesahatan jamaah haji tahun ini. Hal tersebut diutarakan Wakil Ketua bidang Kesehatan PPIH Chairul Radjab Nasution di sela Rapat Koordinasi bersama DPD RI di Kantor Konjen Jeddah Senin (11/10)
obat-obatan sudah datang dan telah kami distribusikan ke Mekkah danMadinah serta Jeddah, katanya.

Obat-obatan yang telah dibawa, tutur Chairul , telah mendapatkan izin dan pengawasan distribusi yang ketat oleh otoritas kesehatan setempat.
khususnya obat-obatan psikotropika yang sangat dibutuhkan oleh jamaah haji terkena depresi, itu sangat sulit masuk ke Arab Saudi, tapi telah dapat kami atasi,â” katanya tegas.

Selain obat, PPIH bidang kesehatan juga telah membekali tiga dokter spesialis di setiap daerah kerja (Daker). Mereka adalah spesialis jantung,penyakit dalam dan bedah. Khusus dokter spesialis bedah merupakan yang terbaru dalam musim haji tahun ini. KEdatangan dokter bedah dimaksudkan Chairul untuk mengantisipasi jamaah yang , berkaca dari pengalaman musim haji sebelumnya, banyak mengalami luka luar dan kecelakaan kecil.â�Sehingga tidak perlu kami bawa hingga ke Rusamh Sakit rujukan setempat,â” katanya.

Ketiga dokter spesialis tersebut akan ditempatkan di Daker. Bila tidak bisa tertangani maka Balai Pengobatan Haji Indonesia di Jeddah, Madinah dna Mekkah siap melayani pasien. â�Dan bila memang kondisi sangat parah, maka terpaksa kami rujuk ke RS Arab Saudi, King Fath atau RS di Aziziyah,â”
katanya.

Anggota Pengawas Pelaksana Ibadah Hajki dari DPD RI Roswita Damayanti meminta kepada PPIH bidang kesehatan agar para jamaah jangan sampai dirujuk dan dimasukkan ke RS setempat. Ia berharap PPIH bisa semaksimal mungkin menyembuhkan jamaah haji yang sakit. â�Soalnya banyak keluhan datang ke kami bahwasannya bila jamaah haji sampai masuk RS di Arab Saudi mereka sangat tidak nyaman dan justru msembuhnya lama, mungkin ini masalah psikologis saja,â” kata Roswita.

Menanggapi hal ini Chairul Radjab menyerahkan sepenuhnya pada kondisi jamaah di lapangan. â�Kami akan maksimal, namun bila kondisi jamaah yang sakit sangat parah, RS rujukan di Arab Saudi akan menjadi pilihan terakhir,â” ujarnya.(timur arif/mch Mekkah)

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Selamat Mencerahkan

Kami segenap Pengurus dan Anggota Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah Bluru Kidul mengucapkan selamat bekerja untuk mencerahkan umat kepada Ibu dr. Hj. Esty Mariana Rachmie, sebagai ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur, masa bakti 2010 – 2015.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Hasil Pemilihan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur

Inilah hasil lengkap pemilihan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
1.Prof.Doktor Thohir Luth MA. : 828
2.Prof.Muhajir Effendi : 821
3.Nurcholis Huda : 821
4.Muamal Hamidy : 795
5.M.Najib Hamid : 790
6.Tamhid Mashudi : 780
7.Saad Ibrahim : 768
8.Prof.Jainuri : 743
9.Imam Robandi : 678
10.Sulton Amin : 617
11.Zainudin Maliki : 515
12.dr.Sukadiono : 370
13.Syaifudin Zaini : 239
Setelah Hasil Pemilihan diumumkan kepada para anggota musywil, kemudian para pimpinan terpilih mengadakan rapat untuk memilih ketua, kemudian terpilihlah Prof.Dr.Thohir Luth sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

SELAMAT /U SANG PENCERAH JATIM

Kami segenap anggota dan PRM – PRA Blurukidul mengucapkan selamat kepada bpk Prof. DR. H. Thohir Luth, MA, sebagai ketua PWM Jawa timur. Selamat mencerahkan

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Cuaca Ekstrem, Jamaah Haji Harap Bekali Diri dengan Masker & Baju Hangat

Madinah (MCH)–Kota Mekkah luar biasa panas di siang hari. Kloter awal Jamaah Haji Indonesia yang bertolak pada 11 Oktober nanti harus mewaspadai ancaman cuaca ekstrem tersebut dengan perlengkapan yang memadai.

Catatan Kementerian Agama (Kemenag), Mekkah sejak sepekan terakhir mengalami perubahan cuaca yang sangat ekstrem antara pagi dan siang hari. Pada pagi hari atau sekitar pukul 01.00 hingga 04.00 waktu setempat, suhu di Mekkah bisa mencapai 10 derajat Celcius. Tetapi di siang hari atau sekitar pukul 11.00 hingga 15.00 waktu setempat, suhu mencapai di atas 30 derajat Celcius.

Pantauan tim Media Center Haji Kementerian Agama di Mekkah, Kamis (7/10/2010), kemarin di Mekkah, cuacana panas terik. Saking panasnya wajah yang tidak mengenakan masker terasa seperti ditampar-tampar saja.

Jamaah calon haji sebaiknya mempersiapkan masker untuk beraktivitas di siang hari.

Beda dengan Mekkah, cuaca di Madinah lumayan sejuk. Pantauan detikcom, Jumat (8/10/2010), suhu pada pagi dan siang hari masih cukup bersahabat. Namun diperkirakan cuaca di Madinah akan berubah dingin. Pada pagi hari, suhu di Madinah sekitar 4 derajat Celsius, tetapi pada siang hari mencapai 35 derajat Celsius. Sementara malam akan dingin bercampur dengan angin.

“Jamaah mohon memperhatikan kesehatan. Baju hangat atau jaket dianjurkan jamaah saat berada di Madinah saat musim dingin,” imbau Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah Subakin Abdul Muthalib.

Selain masker dan baju hangat, jamaah sebaiknya juga mengantisipasi cuaca
ekstrem itu dengan membawa krim pelembab untuk muka dan bibir. Untuk jamaah yang kelompok risiko tinggi (risti) karena faktor usia yang sudah lanjut usia ataupun riwayat penyakit yang pernah diderita, diharapkan membawa obat-obatan pribadi.

Setdirjen Haji dan Umrah Kemenag, Abdul Ghafur Djawahir, sebelumnya mengingatkan jamaah selalu berupaya meminimalisir gangguan baik kesehatan maupun kendala lain. Terlebih sesuai standar pelayanan, petugas haji sangat terbatas yakni lima orang untuk melayani 424 jamaah.(iin/MCH

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Menag: Tahun Ini Peningkatan Pelayanan Pemondokan Haji

Jakarta (Pinmas)–Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan persiapan untuk melayani jemaah haji Indonesia pada musim haji tahun 1431H/ 2010 sudah diupayakan secara maksimal. Bahkan pada tahun ini ada peningkatan dalam pelayanan pemondokan, jemaah bisa lebih dengan Masjidil Haram.

“Ada kelebihan pada tahun ini dari segi pemondokan, ring satu 63 persen menampung 125 ribu orang,” kata Menag usai membuka qur`ah (undian) maktab jemaah haji Indonesia tahun 1431H di Jakarta, Selasa (28/9).

Dibanding tahun sebelumnya, kata Menag, jemaah yang menempati ring I berjarak 0-2000 meter dari Masjidil Haram sebanyak 27 . Adapun jemaah di ring II 73 . “Berarti ada peningkatan lebih dari 100 persen. Selain itu jika tahun lalu jarak terjauh 7 km, tahun ini 4 km,” papar menteri.

Menag mengatakan, pemondokan jemaah haji merupakan komponen yang sangat penting dalam pelayanan terhadap jemaah haji di luar Arab Saudi dan bahkan menjadi salah satu tolok ukur kualitas pelayanan haji.

Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan dari waktu ke waktu untuk mendapatkan pemondokan yang baik, dari mulai penyewaan lebih dini, menaikkan plafon sewa, hingga kerjasama dengan pihak pengembang di Arab Saudi untuk penyediaan gedung dengan kapasitas besar yang dapat disewa untuk jemaah haji Indonesia dalam jangka panjang.

“Saya sadar betul bahwa menyiapkan pemondokan jemaah haji, khususnya di Makkah untuk 200.855 orang bukanlah perkara mudah. Hal itu disebabkan karena setiap negara pengirim jemaah haji berlomba-lomba untuk menyewa pemondokan serupa dalam waktu yang sama dengan harga yang bersaing pula, dan tentunya keinginan semua negara sama dengan kita, yaitu ingin menyewa rumah-rumah yang dekat dengan Masjidil Haram,” papar SDA

Menurut Menag, idealnya kita dapat menempatkan jemaah haji di pemondokan yang dekat dengan Masjidil Haram agar jemaah dapat melaksanakan ibadah di Masjidil Haram tanpa memerlukan sarana transportasi yang pengaturannya sangat rumit. Akan tetapi hal itu sangat sulit untuk direalisasikan karena beberapa faktor, antara lain jumlah jemaah haji Indonesia yang paling besar dengan persaingan yang ketat dengan negatra lain, termasuk mengenai harga sewa.

“Tahun ini dengan 63 % di ring I harga sewa pemondokan pada kisaran 3.100-3.500 real, padahal harga sewanya sudah dipatok 2.850, jadi ada selisih 250-650 real, ini ditanggung bunga setoran awal jemaah,” jelas Menag.

Diharapkan lanjut dia, tahun depan ada peningkatan jumlah jemaah di ring I sebanyak 80 . “Kalau naik80 beban maikn tinggi,” tambahnya.

Sedangkan jemaah yang menempati ring II sebanyak 27 %, harga sewa tetap dipatok 2.850 real. “Namun seandainya menempati rumah yang jauh dan ada selisih harga akan dikembalikan je jemaah,” kata Menag.

Dalam acara qur`ah maktab itu hadir Duta Besar RI di Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur, Konjen RI di Jeddah Zakaria Anshar, Sekjen Kemenag Bahrul Hayat, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Slamet Ryanto, Irjen Kemenag Suparta serta para Kakanwil. (ks)

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Biografi Singkat Pak Habibie

Prof. DR (HC). InFoto : BJ Habibieg. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare [ayahnya]. Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.

Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.

Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.

Inilah Kehebatan2 Beliau :

Bukti 1 : Penemu Teori Habibie
Pemakai dan produsen pesawat terbang sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan. Akibatnya memang bisa fatal. Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi persoalan rawan ini.Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (krack).Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal, karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas. Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet. Potensi fatique makin besar.Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik krack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan krack progression. Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. krack. Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.

Bukti 2 : Penemu Faktor Habibie
Sebelum titik krack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF). Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik krack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25% setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.
Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat. Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.

Bukti 3 : suma cum laude gan !
Gelar doctor ingenieur-nya disabet dengan predikat suma cum laude pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliahnya 10. Presatsi ini membuatnya dipercaya jadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB). Tugas utamanya adalah memecahkan persoalan kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Luar biasa, hanya dalam kurun waktu enam bulan, masalah itu terpecahkan oleh Habibie.

Bukti 4 : Bikin Pesawat !
Ia meraih kepercayaan lebih bergengsi, yakni mendesain utuh sebuah pesawat baru. Satu diantara buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang dikembangkan HFB bersama industri Donier. Rancangan ini lalu dibeli oleh Badan Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA).Hasil lainnya antara lain pesawat terbang pertama buatan Indonesia CN-235 dan N-250.Pesawat Airbus A-300 yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and Space) tak lepas dari sentuhan Habibie. Maklumlah dalam konsorsium ini tergabung Daimler, produsen Mercedes-Benz yang mengakuisisi MBB.

Bukti 5 : Jabatan di MBB
Tahun 1969 Habibie dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh (MBB), industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. Jabatan Vice President/Direktur Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.

Bukti 6 : Penghargaan
Sedangkan dalam bentuk penghargaan, Habibie menerima Award von Karman (1992) yang di bidang kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah Nobel. Dan dua tahun kemudian menerima penghargaan yang tak kalah bergengsi, yakni Edward Warner Award. Beliau juga mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagai Universitas terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk University.

Bukti 7 : Jadi Presiden RI ke – 3 !
Ini mungkin puncak karier beliau…. Masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512 hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanakan transisi dari negara otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai), sukses membawa perubahan signifikan pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.

Habibie : Bapak Teknologi Indonesia

Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara (catatan : Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985, kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL dan PT PINDAD.

Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap tahun pemerintah Soeharto menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk mengembangkan industri teknologi tinggi. Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989 dimana Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki alasan logis yakni untuk memulai industri berteknologi tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10 tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan akibatnya negara terus membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang cukup besar.

Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.

Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.

Panser 6×6 Buatan Pindad

Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis ala Habibie. Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli Indonesia yang memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal ini terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan teknologi tinggi dan militer Indonesia.

Daripada teriak2 g jelas kaya Politikus2 yg hanya bisa bersuara2 tapi nothing, mending berkarya kaya pak habibie. Bisa mengharumkan nama Indonesia. Ayo para pemuda Indonesia, contohlah kesuksesan beliau. Sebagai pengaggum beliau, sangat saya sesalkan kenapa beliau disia2kan dinegeri ini, padahal diluar sana beliau sangat dihormati. INILAH INDONESIA

Sumber : Populerkan.com – http://negeridiawan.com

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Ahmad Rasyid Sutan Mansur

Ranah Minang pernah melahirkan salah seorang tokoh besar Muhammadiyah, yaitu Ahmad Rasyid Sutan Mansur. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada Ahad malam Senin 26 Jumadil Akhir 1313 Hijriyah yang bertepatan dengan 15 Desember 1895 Masehi. Ia anak ketiga dari tujuh bersaudara yang merupakan karunia Allah pada kedua orang tuanya, yaitu Abdul Somad al-Kusaij, seorang ulama terkenal di Maninjau, dan ibunya Siti Abbasiyah atau dikenal dengan sebutan Uncu Lampur. Keduanya adalah tokoh dan guru agama di kampung Air Angat Maninjau. Ahmad Rasyid memperoleh pendidikan dan penanaman nilai-nilai dasar keagamaan dari kedua orang tuanya.

Di samping itu, untuk pendidikan umum, ia masuk sekolah Inlandshe School (IS) di tempat yang sama (1902-1909). Di sinilah ia belajar berhitung, geografi, ilmu ukur, dan sebagainya. Setamat dari sekolah ini, ia ditawari untuk studinya di Kweekschool (Sekolah Guru, yang juga biasa disebut Sekolah Raja) di Bukit tinggi dengan beasiswa dan jaminan pangkat guru setelah lulus sekolah tersebut. Namun tawaran tersebut ditolaknya, karena ia lebih tertarik untuk mempelajari agama, di samping saat itu ia sudah dirasuki semangat anti-penjajah Belanda.

Sikap anti penjajah telah dimilikinya semenjak masih belia. Baginya, penjajahan tidak saja sangat bertentangan dengan fitrah manusia akan tetapi bahkan seringkali berupaya menghadang dan mempersempit gerak syiar agama Islam secara langsung dan terang-terangan atau sacara tidak langsung dan tersembunyi seperti dengan membantu pihak-pihak Zending dan Missi Kristen dalam penyebarluasan agamanya. Tidaklah mengherankan bila pada tahun 1928 ia berada di barisan depan dalam menentang upaya pemerintah Belanda menjalankan peraturan Guru Ordonansi yaitu guru-guru agama Islam dilarang mengajar sebelum mendapat surat izin mengajar dari Pemerintah Belanda. Peraturan ini dalam pandangan Sutan Mansur akan melenyapkan kemerdekaan menyiarkan agama dan pemerintah Belanda akan berkuasa sepenuhnya dengan memakai ulama-ulama yang tidak mempunyai pendirian hidup. Sikap yang sama juga ia perlihatkan ketika Jepang berikhtiar agar murid-murid tidak berpuasa dan bermaksud menghalangi pelaksanaan shalat dengan mengadakan pertemuan di waktu menjelang Maghrib.

Selanjutnya, atas saran gurunya, Tuan Ismail (Dr. Abu Hanifah) ia belajar kepada Haji Rasul, Dr. Abdul Karim Amrullah, seorang tokoh pembaharu Islam di Minangkabau. Di bawah bimbingan Haji Rasul (1910-1917) ia belajar tauhid, bahasa Arab, Ilmu Kalam, Mantiq, Tarikh, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti syariat, tasawuf, Al-Qur’an, tafsir, dan hadits dengan mustolah-nya. Pada tahun 1917 ia diambil menantu oleh gurunya, Dr. Karim Amrullah, dan dikawinkan dengan putri sulungnya, Fatimah, kakak Buya HAMKA serta diberi gelar Sutan Mansur. Setahun kemudian ia dikirim gurunya ke Kuala Simpang Aceh untuk mengajar. Setelah dua tahun di Kuala Simpang (1918-1919), ia kembali ke Maninjau.

Pemberontakan melawan Inggris yang terjadi di Mesir untuk melanjutkan studinya di universitas tertua di dunia, Universitas al-Azhar Kairo, karena ia tidak diizinkan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk berangkat. Akhirnya ia berangkat ke Pekalongan untuk berdagang dan menjadi guru agama bagi para perantau dari Sumatera dan kaum muslim lainnya. Kegelisahan pikirannya yang selalu menginginkan perubahan dan pembaharuan ajaran Islam menemukan pilihan aktivitasnya, ketika ia berinteraksi dengan Ahmad Dahlan yang sering datang ke Pekalongan untuk bertabligh. Dari interaksi itu, akhirnya ia tertarik untuk bergabung dengan Persyarikatan Muhammadiyah (1922), dan mendirikan Perkumpulan Nurul Islam bersama para pedagang dari Sungai Batang Maninjau yang telah masuk Muhammadiyah di Pekalongan. Ketertarikan tersebut disebabkan karena ide yang dikembangkan Muhammadiyah sama dengan ide gerakan pembaharuan yang dikembangkan di Sumatera Barat, yaitu agar ummat Islam kembali pada ajaran Tauhid yang asli dari Rasulullah dengan membersihkan agama dari karat-karat adat dan tradisi yang terbukti telah membuat ummat Islam terbelakang dan tertinggal dari ummat-ummat lain. Di samping itu, ia menemukan Islam dalam Muhammadiyah tidak hanya sebagai ilmu semata dengan mengetahui dan menguasai seluk beluk hukum Islam secara detail sebagaimana yang terjadi di Minangkabau, tetapi ada upaya nyata untuk mengamalkan dan membuatnya membumi. Ia begitu terkesan ketika anggota-anggota Muhammadiyah menyembelih qurban seusai menunaikan Shalat Iedul Adha dan membagi-bagikannya pada fakir miskin.

Pada tahun 1923, ia menjadi Ketua Muhammadiyah Cabang Pekalongan, setelah ketua pertamanya mengundurkan diri karena tidak tahan menerima serangan kanan-kiri dari pihak-pihak yang tidak suka dengan keberadaan Muhammadiyah. Ia juga memimpin Muhammadiyah cabang Pekajangan, Kedung Wuni di samping tetap aktif mengadakan tabligh dan menjadi guru agama.

Ketika terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dengan orang-orang komunis di Ranah Minang pada akhir 1925, Sutan Mansur diutus Hoofdbestuur Muhammadiyah untuk memimpin dan menata Muhammadiyah yang mulai tumbuh dan bergeliat di Minangkabau. Kepemimpinan dan cara berdakwah yang dilakukannya tidak frontal dan akomodatif terhadap para pemangku adat dan tokoh setempat, sehingga Muhammadiyah pun dapat diterima dengan baik dan mengalami perkembangan pesat. Pada tahun 1927 bersama Fakhruddin, ia melakukan tabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh. Melalui kebijaksanaannya dan kepiawaiannya dengan cara mendekati raja-raja yang berpengaruh di daerah setempat atau bahkan dengan menjadi montir, Muhammadiyah dapat didirikan di Kotaraja, Sigli, dan Lhokseumawe. Pada tahun 1929, ia pun berhasil mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di Banjarmasin, Kuala Kapuas, Mendawai, dan Amuntai. Dengan demikian, antara tahun 1926-1929 tersebut, Muhammadiyah mulai dikenal luas di luar pulau Jawa.

Selain dalam Muhammadiyah, Sutan Mansur–sebagaimana Ahmad Dahlan–pada dasawarsa 1920-an hingga 1930-an aktif dalam Syarikat Islam dan sangat dekat dengan HOS. Tjokroaminoto dan H. Agus Salim. Keluarnya ia dari Syarikat Islam dapat dipastikan karena ia lebih memilih Muhammadiyah setelah SI mengambil tindakan disiplin organisasi bagi anggota Muhammadiyah.

Kongres Muhammadiyah ke-19 di Minangkabau (14-26 Maret 1930) memutuskan bahwa di setiap karesidenan harus ada wakil Hoofdbestuur Muhammadiyah yang dinamakan Konsul Muhammadiyah. Oleh karena itu, pada tahun 1931 Sutan Mansur dikukuhkan sebagai Konsul Muhammadiyah (sekarang : Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah) daerah Minangkabau (Sumatera Barat) yang meliputi Tapanuli dan Riau yang dijabatnya hingga tahun 1944. Bahkan sejak masuknya Jepang ke Indonesia, ia telah diangkat oleh Pengurus Besar Muhammadiyah menjadi Konsul Besar Muhammadiyah untuk seluruh Sumatera akibat terputusnya hubungan Sumatera dan Jawa.

Pada saat menjabat sebagai Konsul Besar Muhammadiyah, Sutan Mansur juga membuka dan memimpin Kulliyah al-Muballighin Muhammadiyah di Padang Panjang, tempat membina muballigh tingkat atas. Di sini dididik dan digembleng kader Muhammadiyah dan kader Islam yang menyebarluaskan Muhammadiyah dan ajaran Islam di Minangkabau dan daerah-daerah sekitar. Kelak muballigh-muballigh ini akan memainkan peran penting bersama-sama pemimpin dari Yogyakarta dalam menggerakkan roda persyarikatan Muhammadiyah. Ia oleh Konsul-konsul daerah lain di Sumatera dijuluki Imam Muhammadiyah Sumatera.

Ketika Bung Karno diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1938, Sutan Mansur menjadi penasehat agama Islam bagi Bung Karno. Pada masa pendudukan Jepang, ia diangkat oleh pemerintah Jepang menjadi salah seorang anggota Tsuo Sangi Kai dan Tsuo Sangi In (semacam DPR dan DPRD) mewakili Sumatera Barat. Setelah itu, sejak tahun 1947 sampai 1949 oleh wakil Presiden Mohammad Hatta, ia diangkat menjadi Imam atau Guru Agama Islam buat Tentara Nasional Indonesia Komandemen Sumatera, berkedudukan di Bukit tinggi, dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler.

Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1950, ia diminta menjadi Penasehat TNI Angkatan Darat, berkantor di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Akan tetapi, permintaan itu ia tolak karena ia harus berkeliling ke semua daerah di Sumatera, bertabligh sebagai pemuka Muhammadiyah. Pada tahun 1952, Presiden Soekarno memintanya lagi menjadi penasehat Presiden dengan syarat harus memboyong keluarganya dari Bukit tinggi ke Jakarta. Permintaan itu lagi-lagi ditolaknya . Ia hanya bersedia menjadi penasehat tidak resmi sehingga tidak harus berhijrah ke Jakarta.

Dalam konggres Masyumi tahun 1952, ia diangkat menjadi Wakil Ketua Syura Masyumi Pusat. Setelah pemilihan umum 1955, ia terpilih sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Konstituante dari Masyumi sejak Konstituante berdiri sampai dibubarkannya oleh presiden Soekarno. Tahun 1958 ketika pecah pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Padang, ia pun berada di tengah-tengah mereka karena didasari oleh ketidaksukaannya pada PKI dan kediktatoran Bung Karno, meskipun peran yang dimainkannya dalam pergolakan itu diakuinya sendiri tidak terlalu besar.

Ia terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam dua kali periode kongres. Kongres Muhammadiyah ke-32 di Banyumas Purwokerto pada tahun 1953 mengukuhkannya sebagai Ketua PB Muhammadiyah periode tahun 1953-1956. Oleh karena itu, ia pun pindah ke Yogyakarta. Pada kongres berikutnya yaitu kongres Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang ia terpilih lagi menjadi ketua PB Muhammadiyah periode tahun 1956-1959. Dalam masa kepemimpinannya, upaya pemulihan roh Muhammadiyah di kalangan warga dan pimpinan Muhammadiyah digiatkan. Untuk itu, ia memasyarakatkan dua hal, pertama, merebut khasyyah (takut pada kemurkaan Allah), merebut waktu, memenuhi janji, menanam roh tauhid, dan mewujudkan akhlak tauhid; kedua, mengusahakan buq’ah mubarokah (tempat yang diberkati) di tempat masing-masing, mengupayakan shalat jamaah pada awal setiap waktu, mendidik anak-anak beribadah dan mengaji al-Qur’an, mengaji al-Qur’an untuk mengharap rahmat, melatih puasa sunat hari senin dan kamis, juga pada tanggal 13 ,14, dan 15 bulan Islam seperti yang dipesankan oleh Nabi Muhammad, dan tetap menghidupkan taqwa. Di samping itu juga diupayakan kontak-kontak yang lebih luas antar pemimpin dan anggota di semua tingkatan dan konferensi kerja diantara majelis dengan cabang atau ranting banyak di selenggarakan.

Dalam periode kepemimpinannya, Muhammadiyah berhasil merumuskan khittahnya tahun 1956-1959 atau yang populer dengan Khittah Palembang, yaitu : (1) menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mepertebal tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muhammadiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab; (2) melaksanakan uswatun hasanah; (3) mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi; (4) memperbanyak dan mempertinggi mutu anak; (5) mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader; (6) memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan islah untuk mengantisipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan; dan (7) menuntun penghidupan anggota.

Meskipun setelah 1959 tidak lagi menjabat ketua, Sutan Mansur yang sudah mulai uzur tetap menjadi penasehat Pimpinan Pusat Muhammadiyah dari periode ke periode. Ia meski jarang sekali dapat hadir dalam rapat, konferensi, tanwir, dan Muktamar Muhammadiyah akan tetapi ia tetap menjadi guru pengajian keluarga Muhammadiyah.

Buya Sutan Mansur juga dikenal sebagai seorang penulis yang produktif. Dari beberapa tulisannya yang antara lain berjudul Jihad; Seruan kepada Kehidupan Baru; Tauhid Membentuk Kepribadian Muslim; dan Ruh Islam nampak sekali bahwa ia ingin mencari Islam yang paling lurus yang tercakup dalam paham yang murni dalam Islam. Doktrin-doktrin Islam ia uraikan dengan sistematis dan ia kaitkan dengan tauhid melalui pembahasan ayat demi ayat dengan keterangan al-Qur’an sendiri dan hadits.

Buya H. Ahmad Rasyid Sutan Mansur akhirnya meninggal pada hari Senin tanggal 25 Maret 1985 yang bertepatan 3 Rajab 1405 di Rumah Sakit Islam Jakarta dalam usia 90 tahun. Sang ulama, da’i, pendidik, dan pejuang kemerdekaan ini setiap hari Ahad pagi senatiasa memberikan pelajaran agama terutama tentang Tauhid di ruang pertemuan Gedung Muhammadiyah jalan Menteng Raya 62 Jakarta. Jenazah almarhum buya dikebumikan di Pekuburan Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan setelah dishalatkan di masjid Kompleks Muhammadiyah.

Buya Hamka menyebutnya sebagai ideolog Muhammadiyah dan M. Yunus Anis dalam salah satu kongres Muhammadiyah mengatakan, bahwa di Muhammadiyah ada dua bintang. Bintang Timur adalah KH. Mas Mansur dari Surabaya, ketua PP Muhammadiyah 1937-1943 dan bintang Barat adalah AR. Sutan mansur dari Minangkabau, ketua PP Muhammadiyah 1953-1959.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

KH Ahmad Dahlan

Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan) dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.

Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul’llah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah.

Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits.
Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah.

Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991).

Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).

Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :

“Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).

Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.

Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.

Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut.

Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.

Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai penghasilan yang cukup tinggi. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.

Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain.

Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan.

Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, “Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur’an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir”.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :

1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Sejarah Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .

Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namnaya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.
Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama ‘Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Tabel Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Periode Kepemimpinannya
No Nama Awal Menjabat Akhir Menjabat
1 KH Ahmad Dahlan 1912 1923
2 KH Ibrahim 1923 1932
3 KH Hisyam 1932 1936
5 KH Mas Mansur 1936 1942
6 Ki Bagoes Hadikoesoemo 1942 1953
7 Buya AR Sutan Mansur 1953 1959
8 HM Yunus Anis 1959 1962
9 KH Ahmad Badawi 1962 1968
10 KH Faqih Usman 1968 1971
11 KH AR Fakhruddin 1971 1990
12 KHA Azhar Basyir 1990 1995
13 Amien Rais 1995 2000
14 Syafii Ma’arif 2000 2005
15 Din Syamsuddin 2005 sekarang

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar